Fisioterapi dan ketidakpastian ( Sebuah tinjauan filosofis,ilmiah dan tasawuf )
Dua puluh enam tahun membangun rumah dalam akal dan hati dengan bahan bangunan yang bernama fisioterapi epistemologis dan fisiot...
Dua
puluh enam tahun membangun rumah dalam akal dan hati dengan bahan
bangunan yang bernama fisioterapi epistemologis dan fisioterapi
aksiologis, tak pernah menghentikan kalimat tanya yg selalu muncul. Satu
pertanyaan awal terjawab ,maka segera muncul pertanyaan baru yang sering
kali makin dalam dan radikal.
Hari hari ini kalimat
tanya itu semakin 'Bold' dan 'Italic', menebal dan memancing nalar pikir.
Pertanyaan pertama adalah seberapa lama sesungguhnya seseorang itu
menjadi fisioterapis?. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah benar dalam
kajian ilmiah bahwa Fisioterapi itu bermanfaat?
Pertanyaan
pertama muncul dari adanya hypothesis universal khususnya di negri kita
bahwa tidak ada beda, antara pendidikan 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun.
Kriteria KKNI sesungguhnya hanya ukuran diskriptif dalam bahasa dan tak
bisa ditemukan dalam kenyataan empiris. Jika pola pikir, pola tindak dan
pola mental sebagai ukuran kulaitatif ,maka sungguh tak ada beda.
Menjelaskan
hal ini sungguh tak mudah, akan tetapi bisa kita bangun dua kutub
jawaban. Pertama bahwa waktu antara 3, 4 dan 5 itu sesungguhnya berbeda
sangat tipis sehingga tak mampu menimbulkan perbedaan hasil. Kedua bahwa
waktu 3, 4 dan 5 itu sesungguhnya adalah waktu yang terlalu kurang karena
waktu yang diperlukan untuk menjadi seorang fisioterapi adalah 20-40
tahun. Waktu ini minimal jika kita ingin menggandengkan dengan apa yang
dilakukan prof Ah Cheng Goh ,yang memerlukan waktu riset selama 20 tahun
hanya untuk menemukan satu bangunan dosis modalitas physical agent. Atau
kita bisa gunakan waktunya Prof. Shearmann, untuk memahami bahwa
persoalan muskuloskleletal adalah persoalan movement impairment.
Tentu
saja secara metodologis masih patut dipertanyakan karena sesungguhnya
penelitian itu bersifat spekulatif. Statistik adalah matematis yang paling
tinggi ketidakpastiannya.
Menjawab pertanyaan
apakah fisioterapi bermanfaat akan jauh lebih rumit. Fisioterapi adalah
upaya mempengaruhi struktur yg paling kecil dalam tubuh manusia (DNA)
untuk merespon secara alamiah atas perubahan lingkungan (hemostasis) yg
dilakukan fisioterapi. Hasilnya sesungguhnya juga sangat spekulatif. Hal
ini berbeda misalnya dengan ilmu medis, dimana hasil intervensi fisik,
maupun kimia dapat dilihat secara kasat mata dan dipindahkan kedalam
laboratorium (in fitro atau in vivo) Sedang bagi fisioterapi
seringkali laboratorium itu adalah manusia itu sendiri. Manusia adalah
entitas yang akan salah jika dipandang hanya pada sesuatu yang nampak pada
dirinya. Ia adalah entitas multi dimensi yang saling berhubungan dan
saling mempengaruhi.
Oleh karena itu sesungguhnya
demensi waktu menjadi sangat tak terbatas jika kita ingin memahami
manusia. Semakin terbatas kita belajar tentang manusia maka semakin
sedikit pengetahuan kita tentangnya.
Melihat
manfaat fisioterapi sesungguhnya juga sangat hypotetis dan hasilnya juga
sangat spekulatif. Sesungguhnya hubungan antara fisioterapis dengan
manusia yang dilayaninya bersifat dialektis. Sebuah hubungan yang harus
mampu membangun konklusi yg disepakati meskipun sifatnya bisa sementara
terbatas ruang dan waktu.
Upaya upaya permintaan
matematis atas manfaat fisioterapi bukan saja menghentikan proses
dialektika, akan tetapi bisa menjebak kita pada kebodohan yang
distandarkan.
Bersambung...
Penulis : Ali Imron