IFI Jelaskan Persoalan Fisioterapi dan BPJS Kepada Komisi IX DPRRI
Kesalahan BPJS dalam memahami fisioterapi dan rehabilitasi medik berdampak luas pada terhambatnya pelayanan fisioterapi di berbagai daera...
Kesalahan
BPJS dalam memahami fisioterapi dan rehabilitasi medik berdampak luas
pada terhambatnya pelayanan fisioterapi di berbagai daerah dan potensi dihadapkannya
fisioterapis dengan masalah hukum karena bekerja diluar standar profesi sebagaimana diamanatkan perundangan.
Dalam pertemuan tersebut ketua umum IFI, Ali Imron memaparkan sejarah, definisi dan kewenangan fisioterapi beserta perundangan yang mengatur pelayanan fisioterapi serta permasalahan yang dihadapi oleh profesi fisioterapi di era BPJS saat ini. "Permasalahan muncul saat BPJS mengeluarkan perdir yang mengatur pelayanan fisioterapi harus melalui dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik", papar Ali Imron. "Itu muncul akibat kesalahan dalam memahami apa itu fisioterapi dan dimasukkannya fisioterapi ke dalam bagian dari rehabilitasi medik", imbuhnya.
![]() |
Usai RDPU Ketua Umum IFI menyerahkan dokumen kepada Ketua Komisi IX DPRRI |
Banyak
upaya yang telah dilakukan oleh Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI),
sebagai organisasi resmi profesi fisioterapi di Indonesia. Senin ( 8/10/2018 )
berlangsung rapat dengar pendapat umum (RDPU) komisi IX DPRRI, dengan
agenda pembahasan permasalahan fisioterapi dan BPJS. Hadir dalam RDPU
tersebut Ketua Umum dan Pengurus Harian PP IFI, Ketua Kolegium Fisioterapi Indonesia,
perwakilan rumah sakit di Jakarta dan Sulawesi. Sedangkan dari komisi IX
dihadiri Ketua Komisi IX dan anggota komisi dari beberapa fraksi.
Baca Berita Terkait Sebelumnya :
- Dilema Peraturan BPJS Kesehatan Bagi Fisioterapis
- Gesekan BPJS Kesehatan dan Ikatan Fisioterapi Indonesia Berlangsung Sejak 2014
- Kontroversi BPJS Kesehatan dan Fisioterapi, Mediasi Selalu Temui Jalan Buntu
- Seperti Inilah Aturan Baru BPJS Kesehatan
- Protes Aturan Baru BPJS Kesehatan, Ikatan Fisioterapi Indonesia Temui Anggota DPR
Dalam pertemuan tersebut ketua umum IFI, Ali Imron memaparkan sejarah, definisi dan kewenangan fisioterapi beserta perundangan yang mengatur pelayanan fisioterapi serta permasalahan yang dihadapi oleh profesi fisioterapi di era BPJS saat ini. "Permasalahan muncul saat BPJS mengeluarkan perdir yang mengatur pelayanan fisioterapi harus melalui dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik", papar Ali Imron. "Itu muncul akibat kesalahan dalam memahami apa itu fisioterapi dan dimasukkannya fisioterapi ke dalam bagian dari rehabilitasi medik", imbuhnya.
Dalam RDPU
tersebut IX menanyakan tentang apa itu fisioterapi dan apa itu
rehabilitasi medik. Di akhir pertemuan ketua komisi IX berterima kasih
kepada IFI dan mangatakan masukan dari IFI dapat dijadikan bahan baru
untuk meninjau ulang Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan Nomor 05 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan
Rehabilitasi Medik.
“Nampaknya kita sudah mulai mendapatkan pemahaman. Bahwa permasalahannya, keinginan dari kawan-kawan ini, Perdir tadi diubah untuk memasukkan konsep fisioterapi tidak harus melalui rehab medik. Walaupun sebetunya ini adalah domainnya pemerintah, tapi ini kita mendengarkan masukan dari bapak-bapak semua," ungkap Dede, usai RDPU.
“Nampaknya kita sudah mulai mendapatkan pemahaman. Bahwa permasalahannya, keinginan dari kawan-kawan ini, Perdir tadi diubah untuk memasukkan konsep fisioterapi tidak harus melalui rehab medik. Walaupun sebetunya ini adalah domainnya pemerintah, tapi ini kita mendengarkan masukan dari bapak-bapak semua," ungkap Dede, usai RDPU.
Dikonfirmasi
sesaat setelah pertemuan, Ali Imron mengatakan meskipun sifatnya RDPU
namun banyak hal yang kita dapat dari pertemuan tersebut, "IFI dapat
menjelaskan apa itu fisioterapi dari berbagai sisi termasuk regulasi
yang telah mengaturnya sebagai profesi mandiri. kami sampaikan bahwa
dengan dimasukkannya fisioterapi dalam rehabilitasi medik selain tidak
memiliki landasan hukum justru akan menambah cost pelayanan, dan Akan
diagendakan lagi rapat dengar pendapat lanjutan untuk membahas ini".
Infokom IFI
Infokom IFI